Selasa, 14 Desember 2021

REVOLUSI MEJA MAKAN ( coffee morning )

REVOLUSI MEJA MAKAN

 


Salah satu problem masyarakat kita saat ini yang sudah cukup mendarah daging adalah budaya konsumtif dan konsumerisme. Dalam kamus besar bahasa Indonesia disebutkan , konsumtif adalah bersifat konsumsi ( hanya memakai, tidak menghasilkan sendiri, atau bergantung pada hasil produksi pihak lain. Sedangkan konsumerisme adalah paham atau gaya hidup yang menganggap barang-barang (mewah) sebagai ukuran kebahagiaan , kesenangan, dan sebagainya ; gaya hidup yang tidak hemat.

Ini cukup berdampak pada standar kesejahteraan masyarakat, dan perlahan mengikis habis budaya-budaya lama yang lebih menitikberatkan pada kesederhanaan dan kewajaran. Budaya konsumtif dan konsumerisme adaah salah satu effek atau dampak dari globalisasi dan perubahan zaman yang begitu cepat dan canggih, yang menawarkan beragam cara untuk pemenuhan keinginan manusia modern. Jika zaman dahulu orang menginginkan sesuatu, mereka harus menabung, lalu mencari informasi yang tak mudah, sehingga seringkali mengakibatkan seseorang berpikir kembali, menimbang-nimbang antara kebutuhan dan keinginan, ruang jeda memang cukup penting,

Tetapi di zaman yang serba mudah, cepat, dan mudah, orang bisa memiliki sebagian besar apa yang dimiliki masyarakat lainnya, semisal jika seseorang menginginkan sepeda motor, di zaman sekarang cukup datang ke dealer dengan uang muka yang cukup terjangkau, bahkan di beberapa dealer ada yang tak memakai uang muka, cukup dengan ktp dan kartu keluarga. Segala kemudahan disajikan guna menjaring masyarakat dalam pemenuhan keinginan mereka, dampaknya tentu kita bisa lihat sendiri, tak jarang sepeda motor yang dijemput kembali setelah beberapa bulan, tak jarang pula menggunakan tindak kekerasan dalam penjemputannya, sehingga menimbulkan masalah baru di tatanan masyarakat.

Pada dasarnya ini adalah sikap mental sebagian masyarakt kita yang belum siap dalam menghadapai perubahan zaman, sehingga seolah tergerus atau dipaksa berpacu dengan arus zaman yang makin membawa pada kesenjangan sosial.

MEJA MAKAN

Salah satu hal yang mungkin bisa cukup mengurai permasalahan tersebut adalah dengan revolusi meja makan, ya kita tahu bahwa sikap dan sifat manusia dipengaruhi oleh apa yang dimasukan ke dalam mulutnya, alias dipengaruhi oleh makanan, dalam hal ini kita belum berbicara soal sumber makanan.

Jika zaman dahulu kala, kita sudah terbiasa sarapan dengan umbi-umbian dan sedikit nasi setiap harinya, dan tak mengenal dengan makanan instant atau junkfood, tentunya berdampak pula terhadap sikap dan perilaku manusianya, selain dari itu juga kesederhanaan dalam hal makan yang seringkali diajarkan oleh orang tua- orang tua pada masa itu. Sifat dan sikap menghormati pada makanan, dan tak menyia-nyiakannya, itu tercermin dalam setiap proses pengolahan bahkan sampai proses makan. Budaya itu lambat laun kini lenyap menghilang dan di generasi muda yang sekarang bahkan cukup banyak yang tak mengenal leuit, goah, dulang, ngakeul,sangu poe, padairngan, dan lain sebagainya.

Ini cukup memprihatinkan , ketika identitas dari bangsa sendiri dalam hal mengolah/menghormati makanan sudah lenyap atau terkikis. Orang zaman dulu begitu rengkuh ketika memasuki goah untuk mengambil beras, kemudian berterima kasih pada Sang Maha Pemberi, ini tentunya bukan hanya persoalan agama, tetapi adab atau tata karma pada kehidupan, pada segenap yang mendukung kehidupan, artinya sejak awal kesadaran manusia zaman dulu sudah aktif dan terjaga.

seyogyanya memang manusia berkembang bersamaan dengan berkembangnya zaman, namun seringkali manusia lalai pada apa yang mesti dijaga dan dirawat, bukan hanya sebagai kekayaan budaya, tapi sebagai penyeimbang, bahwa dalam hidup ada masa lalu, masa kini, dan masa nanti, dan itu dibuktikan dengan budaya-budaya yang dijaga, atau beradaptasi dengan budaya baru. Namun yang terpenting adalah manusia tak lupa pada purwadaksina.

Kembali lagi pada budaya konsumtif dan konsumerisme di zaman sekarang,yang tentunya berdampak pada lingkungan dan pola hidup masyarakat, hal ini mungkin bisa dikendalikan dengan memeriksa kembali apa yang tersaji di meja makan, atau apa yang kita makan. Jika mungkin ada yang bisa ditukar dengan sesuatu yang organic dan mudah didapat, sudah sewajarnya kita kembali pada pola-pola masa lalu yang baik, tentunya sebagai penyeimbang kesejahteraan dalam berkehidupan. Yang tadinya kita biasa lebih sering membeli, mari coba menanam. Yang tadinya biasa instan, mari kembali menikmati proses. Tak ada jalan pintas untuk bahagia, kalau pun ada, tentu ada nilai tukar di baliknya.

 

Cikajang, 27 Oktober 2020 19:05

Noer Listanto Alfarizi

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

PERSEMBAHAN

PERSEMBAHAN DARI KOPI SANGRAY

PERSEMBAHAN Tak ada yang benar-benar mesti diceritakan segalanya tumbuh tak tergesa melaju dengan kecepatan waktu seperti biji-biji kopi di ...

Kopi Sangray

Kopi Sangray

menjadi petani kopi

menjadi petani kopi