KOPI SANGRAY dan SETEGUK KISAH
di WARUNG DARDJA
dari sinilah awal mula perjalanan, Warung Dardja.
Pun Kopisangray terlahir dari hangat dialog-dialog pagi yang lebih dikenal dengan istilah kopimorning di mana Bi Isah sebagai barista ramah dan mendamaikan juga sebagai kepala polisi dapur hehe , setelah kopi tersaji barulah Kang Mukti (sebagian banyak kawan memanggil Emang/Mang Mukti) memulai percakapan tentang cinta dan rasa syukur yang mesti senantiasa tumbuh dalam jiwa dan pikiran.
hangat matahari, hangat masa depan yang kami siangi, kami sirami, kami bangun dengan cinta dan kegembiraan.
"... di beranda itu, kawankawan..
harihari rebah, matahari pagi petang
menuangkan cahayanya..."
( surat kepada d )
banyak pula catatan-catatan perjalanan lahir, puisi-puisi mengalir, lagu-lagu tercipta, dan orangorang datang dan pergi membawakan kisah yang menginspirasi.
Warung Dardja, yang kemudian bersalin nama menjadi Eksebisi 59.
awal mula saya mengenalnya dengan nama kantor pergerakan. Ya, di sana saya bertemu Kang Mukti, Kyai Matdon, Kang Sapei Rusin, Ibu Ajeng Kesuma, Kang Edos, Kang Trisno, Kang Wisn, yang menjadi guru sekaligus sahabat, juga bertemu kawankawan lainnya yang sampai sekarang masih senantiasa bertukar ide berbagi cerita.
"... aku hanya ingin mencintaimu
seperti kisah syair kecil, mendekap nyanyian jiwa.. " (aku hanya ingin)
Ruang Seni
saya mulai aktif dan sering berkunjung ke Warung Dardja dari akhir tahun 2011, sebab pada waktu itu, seringkali kegiatan seni berlangsung di sana, dari mulai Pengajian Sastra Majelis Sastra Bandung, Stand Up Komedi, Konser Musik Balada, Pameran Lukisan, dan banyak lagi kegiatan lainnya.
dan tak jarang pula setiap 17 Agustus, diadakan Upacara bendera dilanjut dengan kopimorning dan menikmati seduhan air sereh dan jeruk nipis dr Bu Ajeng, atau Cilok pangeunahna saBandung dr Kang Matdon dan kudapan lainnya.
saya merasa memiliki keluarga baru, sekolah baru, ruang hangat dan tumbuh bersama. Saya juga menyaksikan cukup banyak kawankawan muda yang bergiat di sana, baik sebagai aktivis mahasiswa atau pun berkegiatan seni dengan gembira.
Kopi
sekira tahun 2015, masih hangat dalam ingatan, Kang Mukti bilang, "nggeus maneh th kaluar gawe, balik ka lembur, urus lembur, urus naon we nu aya di lembur". Beberapa kali beliau berpesan, ketika Kopimorning, pun ketika ngopi dini hari.
nasihat itu seringkali saya resapi, hayati baikbaik ketika bekerja, waktu itu saya bekerja sebagai buruh pabrik di pabrik karet daerah Arjuna, dekat pasar Ciroyom.
pernah suatu ketika, ketika lembur kerja sampai larut malam, saya memikirkan nasihat tsb sambil duduk di teras mushola, sambil memakai sepatu lalu berjalan menuju tempat kerja, nasihat itu terus saya pelajari dan mencoba untuk mewujudkannya.
makin ke sini saya makin sering berkunjung ke Warung Dardja, ngobrol soal pembebasan tanah, perjuangan, pergerakan, lalu sampai pada pembicaraan pengolahan kopi.
Ibu Ajeng, yang seringkali membawa kopi hasil olahan petanipetani kopi, dan seringkali kami membicarakan perjuangan itu di sesi Kopimorning.
Lambat laun Ibu Ajeng menyarankan saya untuk mengolah kopi sendiri, pun Kang Wisnu alias kangtimbul.
ketika pulang ke kampung cukup lama, saya beberapa kali mencoba mengolah kopi sendiri, dan bertanya banyak ke emak (nenek), emak sungguh antusias, dibimbingnya saya dengan perlahan, sambil diceritakan kisahkisah masa lalu, bagaimana pohon kopi ditanam, lalu diolah untuk konsumsi rumah sendiri sama Abah (ayahnya emak) untuk teman ngadu bako, pada waktu itu Abah adalah petani tembakau.
cukup lama saya belajar dan tumbuh bersama, Warung Dardja seolah menjadi kawah candradimuka, dari belajar soal kopi, kemerdekaan berpikir dan berkehidupan bahkan dalam laku spiritual.
Tahun 2016 lahirlah Kopisangray, setelah beberapa kali uji rasa, baik dr greenbean, hasil sangray, beberapa kali pula saya belajar menyangray kopi manual juga dengan panduan teoriteori kopi masa kini. Pada waktu itu, di Warung Dardja juga terbentuk Kopi Congres, cukup sering kegiatan soal kopi berlangsung di sana.
sedikit drama, saya seolah merasakan betul orangorang datang dan pergi, awal mula banyak kawan-kawan berkumpul maen kartu, remi atau sevenskop, nonton bola, sampai duduk sibuk dengan dunia maya.
namun satu yang umumnya terlihat, kebahagiaan dan kegembiraan.
2020
"aku tau aku yang mesti pergi..
tapi... " (system)
Dan tak terasa, ruang kantor pergerakan, Warung Dardja, Eksebisi 59, kini sampai pada tepi untuk mungkin memulai lagi di lain ruang, segalanya kembali pada kesewajaran, pertemuan--perpisahan, berhenti untuk memulai lagi.
"aku simpan air mata di jemari tangan kiri, biar baur di bukubuku gitarku"
(aku simpan air mata)
".. sepi ... godot.. sepi.... "
(catatan wina)
"..kini saatnya untuk pulang
kembali menuju rumah kesendirian
menanti matahari esok pagi
saat di mana aku menanggalkan baju
bercumbu dengan alang-alang
mengeringkan air mata di bawah terik
mendendangkan kemerdekaan... " (dendang kemerdekaan)
( SELAMAT TINGGAL RUANG KOPI PAGI
*postingan status pesbuk Kang Mukti 20082020
Sebelas tahun sudah berkelakar dengan ruangan itu. Atmosfirnya seperti seorang Pietro Spina dalam novel roti dan anggur karya Ignazio Solone, meski tak seperti yang sebenarnya namun arus sungainya hampir begitu deras. Tak ingin lagi saya mengingatnya sekali pun. Sebab, di ruang yang akan datang buku novelnya berganti sudah, novel tentang nama sebuah pulau. Terimakasih pada semua yang pernah merasakan ruang itu, ruang yang tulus di ini di itu...goodbye epribadihhh)
Waas pisan...
Terima kasih, Terima kasih
Hatur Nuhun
Warung Dardja, Freedom, 20082020
#menuliskanperjalanan #kopisangray #noerlistantoalfarizi
Tidak ada komentar:
Posting Komentar