Contemporary art need water, fire, and coffee
Sebuah narasi menggelitik dari seniman street-art Iwan Ismael ketika ngobrol ringan di sela jeda rehat
persiapan pameran tunggalnya di rumah prosesnya Rudi St Darma alias kang Uday
di Jl Mutumanikam, Buah Batu, Bandung. Obrolan santai namun serius itu bermula
ketika kami berbincang tentang #kopibakarkopi yang bersalin nama jadi
#tungkubromvit kemudian kini menjadi #captungkubromvit. Ya, akhir-akhir ini
Mael, sapaan akrab beberapa kawan seniman lainnya, seringkali mengadakan seduh
kopi gratis sambil demonstrasi cara penyajian kopinya, ada yang menarik dari
cara penyajiannya, yakni dengan tungku yang bisa dilipat, dan dengan api yang
dihasilkan dari bubuk kopi yang dikeringkan lalu dijadikan serupa kayu bakar.
Di atas tungku unik itu, kopi dididihkan langsung, bukan diseduh. Di beberapa
daerah di Indonesia pun banyak teknik-teknik penyajian kopi yang khas dan unik,
tentunya di sini Mael yang juga bos #kampretsyndicate merespon seni yang sedang
booming di kalangan generasi muda, yakni seni penyajian kopi dan kopi itu
sendiri.
( poster pameran Iwan Ismael )
Balik lagi ke judul, kalau ditelaah lebih dalam, lalu kemudian kita kerucutkan, bahwa gagasan-gagasan seni komteporer memang seringkali hadir dari saripati “water, fire, and coffee”. Tentu saja hasil dari kontemplasi, introspeksi, diskusi yang berkala dan terarah dari para pelaku seni itu sendiri.
( Iwan Ismael tengah diwawancara oleh beberapa wartawan)
Water
Pada sebuah
bincang-bincang singkat dengan Iwan Ismael ketika ditanya perihal konsep dalam
pameran tersebut , ” Aku nggak pernah bikin konsep apapun, ini mengalir saja.
Aku menemukan hal unik dalam perjalanan, aku naikkan jadi stensil, awalnya
seru-seruan saja, tapi ketika dikumpulkan ternyata lumayan banyak juga,” ucap
Iwan Ismael sambil tertawa.
Mael juga
bilang bahwa mereka yang menjadi model stensilnya kebanyakan oranng biasa, “aku
biasanya ketemu, lalu aku kira menarik dan merasa tertarik, biasanya aku ajak
ngobrol ngopi-ngopi, lalu aku tawarkan untuk jadi model buat stensil, kalau ya,
aku agendain lagi untuk pengambilan gambar,” tuturnya.
( melihat proses dalam berkarya )
Ketika ditanya sudah berapa banyak stensil yang dihasilkan, Iwan menjawab tidak tau, sebab selama ini tak pernah menghitung, menikmati proses dan terus berjalan dengan bersenang-senang.
( foto H-1 Pameran Iwan Ismael )
Fire
Teringat
sebuah ungkapan dari seseorang bahwa “ api kecil adalah sahabat, api besar
tanda bahaya”, barangkali itulah yang terjadi pada keseharian Iwan Ismael,
begitu bersahabat dengan api kecil, ya kita bisa saja menafsirkan api kecil itu
sebuah korek yang membakar sebatang rokok, menghasilkan kepulan-kepulan gagasan
abstrak yang nantinya dikembangkan menjadi sebuah karya yang ciamik dan
menakjubkan. Atau juga boleh jadi api di sini adalah semangat yang tak pernah
padam, yang menjadi penerang jalan, melenyapkan dinginnya gagasan-gagasan di
musim berkesenian, tentunya setiap orang punya interpretasi sendiri soal itu,
( Noer Listanto Alfarizi, menyiapkan api sebelum pameran
dimulai )
Coffee
Barangkali ini hal yang cukup menarik dalam pameran Iwan ini, menghadirkan sumber dari mana inspirasi itu berawal sekaligus menjadi penyambung lidah makna antara karya dan pengapresiasi. Kopi, ya, dalam pamerannya kali ini, Iwan menghadirkan stan kopi tepat di tengah-tengah pamerannya, membawa tiga tungku ciptaannya, juga merekrut seorang penyeduh kopi untuk mendemostrasikan temuan #kopibakarkopi dan #captungkubromvit. Street art, ya jalanan memang tak pernah lepas dari imej nongkrong-nongkrong, kepulan asap, dan bercangkir-cangkir kopi. Ketika masuk ke ruang pameran, saya kira atmosfirnya serasa berada di belahan bumi mana, aroma kopi menguar, mengharumi ruang pameran yang penuh dengan mural, stensilart, dan perbincangan-perbincangan di antara pengunjung yang datang. Tersedia bercangkir-cangkir free-coffee yang langsung disajikan dengan teknik yang unik.
Pada pameran
kali ini Iwan Ismael bekerja sama juga dengan Kopi sangray (@kopisangray )
untuk penyajian kopinya, dengan penyeduhnya Noer Listanto Alfarizi, yang tak
lain adalah salah satu teman ngopi-ngopinya.
( Noer Listanto Alfarizi, sedang menyiapkan kopi buat pengunjung )
Pameran kali ini cukup ramai dan penuh perbincangan, diskusi-diskusi ringan dan serius hadir dalam beberapa kelompok, hadir juga beberapa wartawan yang meliput, pameran yang digelar selama seminggu itu cukup menyedot masyarakat kota Bandung khususnya untuk mengapresiasi karya dan pelaku seni, tak sedikit pula dari luar kota yang menyengaja datang penuh apresiasi atau bahkan merencanakan pameran serupa di kota-kota mereka.
Contemporary
art need water, fire, and coffe.
Semoga dunia kesenian Indonesia terus berkembang dan para pelaku seni tetap eksis dan sejahtera di tengah arus globalisai dan teknologi yang kian pesat.
( H-2 proses persiapan pameran )
( dua sejoli asik berpacaran sambil menikmati kopi dan karya seni )
Tetap ngopi
dan semangat
Bravo !
20182020
#menuliskanperjalanan #kopisangray