PETANI DAN RUANG SUNYI YANG KIAN TAK TERLINDUNGI
Hari ini saya menyengaja berjalan-jalan ke selatan untuk
mencari kitab pangan di tengah kemelut isu bangku kosong dan propaganda
konspirasi pandemic, ya akhir-akhir ini sebagian banyak orang lebih sering mengeluh
sebab dampak dari pandemic terhadap keberlangsungan dan kestabilan hidup.
Dalam perjalanan saya mendapati beberapa petani yang tengah
asik menebar benih, mencangkul tanah, da nada pula yang tengah berkumpul
berbincang sambil ngopi-ngopi melepas penat. Ada hal menarik ketika saya
berjalan cukup jauh, saya menemukan seorang petani muda yang tengah tekun dan
khusyuk mengikat pohon-pohon tomat yang mulai tumbuh berkembang, tak banyak
memang sekarang para pemuda yang berprofesi sebagai petani, bahkan untuk di
kampung ini sendiri (sebuah kampung kecil di kec. Cikajang, Garut) hanya
sebagian kecil anak muda yang melanjutkan profesi orang tuanya sebagai petani,
apalagi anak muda yang memang fokus bertani, cukup sulit ditemukan.
Pesatnya kemajuan dan informasi menyebabkan dunia pertanian
lambat laun ditinggalkan oleh generasi berikutnya, tentunya ini menjadi
persoalan, sebab sumber bahan pokok tentunya didapat dari mereka yang bertani,
jika kita melihat lebih jauh para petani di zaman ini masih didominasi oleh
orang-orang dahulu, yang mungkin untuk segi produktivitas sudah cukup menurun.
Tak sedikit dari mereka yang awalnya bertani, tanahnya dijual untuk kepentingan
industry, bahkan di beberapa tempat, sengketa tanah adalah sesuatu yang
menyeret masyrakatnya sendiri ke meja pengadilan, tak jarang pula peperangan
dimulai dari sengketa tanah. Skip
Peran pemuda masa kini atau yang lebih dikenal dengan
istilah generasi milenial tentu penting, apalagi di wilayah lumbung pangan,
sungguh mengerikan jikalau suatu saat nanti negri ini bergantung soal pangan ke
negara lain. Banyak factor memang kenapa dunia pertanian kurang dilirik dan
diminati oleh para generasi muda, sebab cara berpikir dan bekerja generasi
sekarang yang serba instant, tentu kurang cocok untuk wilayah kerja yang penuh
kesabaran , keuletan, daya juang yang tak sebentar. Ditambah profesi petani
seringkali dikaitkan dengan profesi yang kolot, dan lebih sering mengalami
kerugian, padahal pernyataan itu tak sepenuhnya benar.
Dalam masa pandemi yang sudah berlangsung hampir satu tahun
ini, kita di hadapkan pada beberapa persoalan yang berkaitan dengan pangan,
resesi ekonomi—kelangkaan bahan pangan, ini bisa memicu kekacauan dan mungkin
dampak buruk lainnya kekurangan gizi bahkan sampai ke kelaparan. Tentu mesti
ada upaya-upaya yang nyata, selain dari pemerintah, juga peranan dari generasi
muda yang lebih banyak tersita waktu oleh gadget dan hal lainnya. Alangkah
baiknya untuk kita kembali memeriksa meja makan, dari mana makanan itu
dihasilkan, dan berupaya untuk menyelamatkan minimalnya keluarga dari
kelangkaan bahan pangan dan gizi.
Persoalan pangan adalah pr bersama, apalagi di wilayah
pertaniannya sendiri harga pangan kadang tak masuk di akal, dan di masa panen
lebih sering para petani mengalami kerugian.
noer listanto alfarizi, 2022